Saturday, February 26, 2011

Pengiriman Naskah Bobo

Persyaratan naskah untuk BOBO https://www.facebook.com/note.php?note_id=10150115035104208&id=155115492793

Syarat Teknis Penulisan Naskah Cerita

1.     Font: Arial
2.     Ukuran font: 12
3.     Jarak baris: 1,5
4.     Banyak kata: 600 – 700 kata untuk cerita 2 halaman
                            250 – 300 kata untuk cerita 1 halaman
5.     Di bawah naskah cerita tersebut, cantumkan:
        a.     Nama lengkap
        b.     Alamat rumah
        c.     Nomor telepon rumah/kantor/ handphone
        d.     Nomor rekening beserta nama bank, dan nama lengkap pemegang rekening bank tersebut (seperti yang tertera di buku bank) Untuk pembayaran honor pemuatan dari majalah Bobo.
6.     Lampirkan biodata singkat yang berisi poin nomor 5, tempat tanggal lahir, riwayat pendidikan, dan pekerjaan.
7.     Naskah berserta biodata bisa dikirimkan via pos, ke alamat:
        Redaksi Majalah Bobo
        Gedung Kompas Gramedia Majalah Lantai 4
        Jalan Panjang No. 8A, Kebon Jeruk, Jakarta 11530


Syarat Umum Penulisan Naskah Cerita

1.     Cerita harus asli, tidak menjiplak karya orang lain.
2.     Cerita tidak mengandung unsur kekerasaan, pornografi, atau yang menyinggung SARA
        (suku, agama dan ras)
3.     Tingkat kesulitan bahasa, kira-kira yang bisa dimengerti oleh anak kelas 4 SD.
4.     Menggunakan bahasa Indonesia yang baik.
5.     Kata-kata berbahasa asing/daerah atau dialek tertentu, diketik dengan huruf italic.
6.     Alur cerita dan permasalahan cocok untuk anak-anak usia SD.
7.     Penulis yang naskahnya  diterima, akan mendapat honor setelah ceritanya dimuat, dan kiriman majalah Bobo sebagai nomor bukti pemuatan cerpen.
8.     Naskah yang tidak diterima, tidak akan dikembalikan. Diharapkan penulis menyimpan naskah asli.
9.     Berhubung banyaknya naskah yang dikirim ke redaksi Majalah Bobo, maka waktu penantian pemuatan cerita bisa memakan waktu minimal 4 bulan.
10.   Penulis yang ingin menarik kembali naskahnya untuk dikirim ke majalah lain, diharapkan
        pemberitahuannya terlebih dahulu ke redaksi Majalah Bobo, agar tidak terjadi pemuatan ganda.

Friday, February 25, 2011

Kaus Jeruk Sunkist














Akhirnya Deyan mendapatkan kaus bergambar pesawat tempur yang sudah lama diidamkan. Oh, kenapa warnanya terang begini? Berbagai cara dilakukan untuk mengaburkan warna aslinya. Tetapi usahanya tidak berhasil. Suatu ketika, berkat ketrampilan berpikir cepat, Deyan mampu menemukan cara yang jitu. Apakah itu?

Judul: Kaus Jeruk Sunkist
Penulis: Erna Fitrini
Majalah: Bobo No. 46 Tahun XXXVIII 24 Februari 2011

Monday, February 21, 2011

Buaya Juga Menangis




Judul: Air Mata Buaya
Penulis: Clara Ng 
Ilustrator: Gina 
Cetakan: Pertama, 2010 
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
           
            Buaya adalah murid yang berhati lembut dan mudah menangis.  Kalau Buaya menangis, Bu guru Gajah susah sekali menghentikannya.  Suatu kali  susu yang hendak diminum Kelinci tumpah.  Buaya menangis.  Menurut Buaya, kalau saja susu itu tidak tumpah, tentu susu itu bisa diminum oleh mereka yang tidak mampu membeli susu.  Bu Gajah memikirkan perkataan Buaya dan akhirnya Bu Gajah ikut menangis. 
Kali lain, ketika acara makan bersama, setitik cat air masuk ke dalam mangkuk besar yang penuh berisi bubur.  Buaya kembali menangis.  Penjelasan Buaya membuat teman-temannya dan Bu Gajah ikut menangis.  Suara tangis mereka terdengar oleh Bu kepala sekolah Koala.  Setelah mendapat penjelasan, Bu Koala menjadi sedih dan ikut menangis.  Apa yang dikatakan Bu Gajah kepada Bu Koala? 
Cerita ini selain mengharukan juga membuat kita mengerti arti lain dari istilah ‘air mata buaya.’

Saturday, February 19, 2011

Janji Khusus sebelum Pulang

Janji Khusus sebelum Pulang

Anas sudah menjawab seluruh soal ulangan ketika bel tanda istirahat berbunyi. Dia juga sudah memeriksa seluruh jawabannya. Jadi, ketika Bu Isnaniah mendatanginya, Anas bisa menyerahkan lembar jawabannya.

Farhan, yang duduk disampingnya mengomel pelan. “Huh, pasti nilaiku jelek. Semalam ku cuma belajar sebentar. Habis, PR matematika banyak sekali.”

“Hah? Emang ada PR matematika? Yang mana?” tanya Anas kaget.

“Halaman 27. Dari nomor satu sampai nomor sepuluh,” jawab Farhan sambil berjalan keluar mengikuti murid-murid lain. Hanya Anas yang berada di dalam kelas.

Anas buru-buru mengeluarkan buku pelajaran dan buku tulisnya dari dalam tas. Dibacanya petunjuk soal dengan hati-hati. Hmm, soal tentang luas dan keliling segitiga. Soal nomor satu sampai nomor tujuh dengan lancar dijawab. Tapi Anas mulai kesulitan mengerjakan soal nomor delapan dan seterusnya.

Diketahui alas segitiga siku-siku 6 cm dan sisi miringnya 10 cm, kemudian yang ditanya luas segitiga. Halah, gimana nih? Rumus luas segitiga kan setengah alas dikali tinggi. Kenapa hanya alasnya yang disebut, sedangkan tingginya tidak disebut? Anas menggaruk-garuk kepala. Diliriknya jam tangan. Lima menit lagi waktu istirahat habis. Terbayang wajah Pak Ronaldi yang marah ketika ada murid yang tidak mengerjakan tugas. Hiii, seram.

Tiba-tiba seorang anak laki-laki gemuk melintas dan berdiri di sampingnya. “Nah, baru bikin PR ya?” tanya anak laki-laki itu meledek.

Anas belum pernah bertemu dengannya, mungkin ini murid baru di kelas sebelah. “Eh, kamu siapa?”

“Hahhaha, gak kenal ya? Dibyo. Juara lomba Matematika tahun lalu,” jawab Dibyo bangga.

Anas menyebutkan namanya. Dia memandang Dibyo sebentar. Hmm, Dibyo sama sekali tidak memiliki tampang seperti jago matematika. Tapi, coba aja deh, pikir Anas. “Bisa jawab soal nomor delapan?” Anas menggeser buku matematikanya. “Gimana hitungnya?” lanjut Anas.

“Sini aku lihat.” Dibyo membaca soal dengan cepat. “Ah, ini sih gampang.” Dibyo langsung menulis cara pemecahan soal nomor delapan di kertas terpisah. Tulisannya besar-besar dan naik-turun. “Cari tingginya pakai rumus Phytagoras.”

“Oh iya, Phytagoras!” seru Anas. “Baru inget. Trims, Dib.”

“Lain kali, ku bantu lagi kamu mengerjakan PR matematika di sekolah,” kata Dibyo sebelum berjalan ke luar kelas.

Anas mengangguk dan langsung mengerjakan tiga nomor yang terakhir dengan cepat. Tugas matematika selesai bersamaan dengan bunyi bel tanda jam istirahat berakhir.

Ketika membalik buku tugas milik Anas, Pak Ronaldi menemukan kertas yang tadi dipakai oleh Dibyo. “Ini tulisan siapa, Nas?” tanya Pak Ronaldi.

“Dibyo, Pak. Murid kelas sebelah,” jawab Anas.

“Di sini tidak ada siswa yang bernama Dibyo.” Pak Ronaldi mengerutkan kening sambil terus melihat tulisan di kertas.

“Gak ada yang nama Dibyo, Nas,” kata Farhan sambil menggeleng.

“Ada, Pak. Tadi dia ke sini. Katanya, dia pemenang lomba matematika tahun lalu,” kata Anas.

Pak Ronaldi tersenyum. “Sekolah ini belum pernah mengirimkan wakil untuk ikut lomba matematika, apalagi menjadi juaranya. Bapak harap tahun ini, kita bisa mengirimkan wakil untuk ikut lomba matematika.”

Anas tidak lagi memperhatikan kalimat Pak Ronaldi. Jadi siapa yang tadi membantuku? Apa anak tadi berbohong? Apa dia itu…? Ah, tidaaaaak! Anas ngeri membayangkan kemungkinan jelek.

Saat berdoa sebelum pulang, Anas menambahkan sebuah janji khusus, ”Aku akan mengerjakan seluruh PR di rumah. Aku tidak mau lagi dibantu oleh orang yang tidak jelas. Sungguh, aku kapok.”

Saturday, February 12, 2011

Janji Khusus sebelum Pulang














Anas terpaksa mengerjakan PR matematika di sekolah dan semua berjalan lancar sampai nomor 7. Anas mulai menemui kesulitan di nomor delapan dan seterusnya. Tiba-tiba seorang murid datang membantunya mengerjakan soal-soal itu. Tetapi teman-teman dan guru sekolah tidak kenal anak itu. Jadi, siapakah yang tadi membantu Anas mengerjakan PR?

Judul: Janji Khusus sebelum Pulang
Penulis: Erna Fitrini
Majalah: BOBO No. 43 Tahun XXXVIII 3 Februari 2011

Friday, February 11, 2011

The Big Stone














While taking a rest after hunting, Irimiami found a big stone. The stone could burn his deer and make it delicious. Irimiami told his wife about the stone. Curious, both of them checked the stone together. And they found something unusual. What was that?

Title: The Big Stone
Retold by: Uncu Nana
Magazine: C'nS Junior Edition 89 Volume VIII February 2011