Monday, April 20, 2015

KETUKAN MONSTER

Suatu kali, saya menghadapi klien dari perusahaan migas terkenal. Ia duduk dengan nyaman, tapi irama ketukan jari di pinggir meja malah memperjelas suasana hatinya. Ujung bibirnya beberapa kali dipaksa ditarik ke kiri dan kanan menampilkan senyum yang tidak bisa dibilang manis. Nah, ketukan itu terdengar lagi. Kali ini dengan tempo yang lebih cepat dan suara yang lebih keras, namun belum sampai taraf mengganggu sesi pertemuan. 
Pandangan mata saya teralih ke jari-jarinya. Walau tidak sampai melongo, saya mengherankan ukuran jari untuk orang yang memiliki badan sepertinya. Tinggi sekitar kulkas tiga pintu dengan berat sekitar 70 kilo. Jadi sangat tidak lumrah jarinya sebesar-besar itu.
Setengah jam berlalu dan klien itu ikut berlalu. Segera buat catatan kecil tentang ketukan monster. Tentu saja ide cerita ini dapat penambahan sana-sini sehingga menjadi sebagai berikut.



            “Aku ingin nginap sini dengan Bunda,” rengekku sambil menempelkan kepala ke lengan Bunda yang terbaring.

            “Besok kamu sekolah.” Bunda mengusap-usap rambutku. “Sekarang pulang, temani Ayah.”

           Aku mengangkat kepala dan mengangguk. Aku berdiri di samping Bunda yang tidur beralaskan kayu keras, tanpa kasur. Muka Bunda tampak pucat, menahan rasa sakit.

       “Doakan Bunda cepat sembuh, ya.” Bunda mengambil tangan kananku dan menciumnya berulang kali. Ada titik air mata di sudut mata Bunda.

            Aku membungkuk dan mencium pipi Bunda. Kemudian, pergi ke luar rumah Bude dan menyusul Ayah yang sudah lebih dulu keluar.

            Tadi pagi, Bunda pergi ke rumah Bude yang berada di desa lain yang agak terpencil. Ketika akan mengambil air, Bunda jatuh. Pinggang dan punggungnya sakit. Menurut dokter di sana, Bunda harus berbaring di bidang lurus dan keras.

            Sebenarnya Bunda ingin pulang, tapi tidak ada kendaraan yang bisa membawa Bunda. Di desa itu tidak ada ambulans atau mobil lain yang bisa ditumpangi Bunda pulang. Mobil Ayah terlalu kecil untuk membawa Bunda dalam posisi berbaring. Mobil Pakde besar, tapi sedang dipakai Pakde ke luar kota. Mungkin besok Pakde kembali.

Baca cerita selengkapnya di 
Majalah Bobo, 
No. 51 tahun XLII, 
26 Maret 2015.

Thursday, April 16, 2015

7 OLEH-OLEH KHAS DARI SUMATRA BARAT


Apa oleh-oleh yang biasa dibawa dari Padang, Sumatra Barat? Keripik sanjay, dakak-dakak, balado teri dan kacang, ikan bilis goreng? Memang itu semua camilan enak dan mudah didapatkan di sentra penjualan oleh-oleh. Tapi ada lagi makanan yang patut dicoba untuk dibawa sebagai oleh-oleh.




Pepes Rinuk

Ada sejenis ikan teri yang hidup di danau, yang dikenal sebagai rinuk. Orang setempat mengolah ikan ini menjadi pepes, dibumbui dengan bawang, daun bawang dan santan. Alhasil, terasa pepes yang gurih. Padat ikan deh. Pepes ini dijual di kios-kios kecil sekitar danau.  Sayangnya, tidak setiap saat pepes rinuk ini tersedia. 


Penanganan untuk dibeli bungkus sangat mudah. Tinggal dimasukkan ke dalam wadah atau bungkusan. Sesampainya di tujuan, pepes ini perlu dikukus sebentar.


Sate Mak Syukur

Memang Sate Mak Sukur bisa ditemui dengan mudah di Jakarta, tapi sate di tempat asalnya, Padangpanjang, memiliki perbedaan. Pertama, ukuran daging lebih besar. Kedua, tekstur daging lebih empuk. Selanjutnya, bumbu kuah lebih terasa sedap. Hal lain, cara menyajikannya pun juga berbeda.

Rumah makan ini buka pagi. Jam delapan pagi dan mereka siap sedia untuk melayani pengunjung yang hendak makan di tempat dan pengunjung yang akan membeli bungkus. Untuk membeli bungkus, pisahkan daging dari kuah. Untuk mengurangi beban, ketupat bisa dibeli/dibuat di kota tujuan saja. Sesampai di tujuan, cukup panaskan daging sate di atas penggorengan dan kukus kuah. Rasanya tidak akan banyak berubah.



RM Pak Datuk

Ada nama yang tertulis di depan RM ini, tapi lebih dikenal dengan RM Pak Datuk. Lokasinya di seberang Sate Mak Sukur Padangpanjang. Pagi-pagi pun RM makan ini siap melayani pembeli. Banyak lauk yang bisa dibeli bungkus, tapi yang juara dendeng batokok. Dendeng sapi yang garing berbalut minyak kelapa yang wangi. Ada cabe hijau yang dimasak sebentar sehingga masih cruchy ketika digigit.  Pedas? Tentunya, tapi lezatnya tidak tertandingkan.





Es Duren Iko Gantinyo

Satu porsi es duren di RM yang terletak di daerah pecinan, Simpang Kinol ini terdiri dari cincau, tebak yang terbuat dari tepung beras, pacar cina, es serut. Bagian atasnya diberi topping fla duren yang melimpah dan dituangi susu kental manis cokelat. Walaupun bukan musim duren, es duren selalu tersedia di RM ini. Saat ini mereka juga punya pilihan lain, es duren campur es krim. Sayangnya, campuran ini tidak meningkatkan rasa es duren, malah sebaliknya.


Untuk membeli es duren yang akan dibawa ke lain kota, sebaiknya pesan atau telepon sehari sebelumnya agar pesanan disiapkan. Es duren ditempatkan dalam wadah plastik bertutup. Cincau dan teman-teman ditempatkan terpisah. 
Ada pengalaman seru ketika membawa es duren ke Jakarta. Petugas bagian check-in di bandara tidak mengharuskan meletakkan kardus berisi es duren dalam bagasi, tapi di boarding room, ada petugas yang menanyakan isi kardus. Setelah dijelaskan, petugas meminta kardus itu dimasukkan ke dalam bagasi dengan alasan aroma duren. "Sama sekali tidak ada aroma duren yang keluar dari kardus." Sanggahan yang dilakukan tiga remaja, teman perjalanan kali itu. Petugas mengendus kardus berkali-kali dan akhirnya mengijinkan kardus berisi es duren masuk ke cabin. Setiba di Jakarta, es duren masih beku. Setelah dibiarkan sejenak, es duren siap untuk dinikmati.

RM ini selain menyediakan es duren, ada makanan dan minuman lain. Umumnya pengunjung datang untuk Es Duren. Untuk makanan, pengunjung bisa memesan gado-gado, tentunya gado-gado ala Minang yang berbeda dari gado-gado yang umumnya dijumpai di Jakarta. Gado-gado Minang pakai daun selada segar dan mi kuning. Sate juga tersedia di sini.

Di seberang RM ini juga ada Es Duren Ganti Nan Lamo. Tidak ada yang bisa diceritakan karena belum ada pengalaman membeli bungkus dari tempat ini.



Sate Danguang-danguang

Jangan lewatkan sate di daerah Simpang Kinol. Gagrak sate ini berbeda sangat dari sate Mak Syukur. Lidi sate panjang dan berwarna kuning kecokelatan. Ukuran sate seperti pada umumnya, dagingnya empuk dan dibumbui dengan sempurna. Kuahnya yang berwarna kuning, tidah hanya terasa gurih, ada juga rasa manis yang menyisip. Pantas dicoba.

Restoran ini buka sore hari, sehingga kalau ingin membeli bungkus untuk dibawa pagi hari, lakukan pesanan sehari sebelumnya. Mereka akan menyiapkan sate siap ‘angkut.’ Tips yang sama seperti membeli sate Mak Syukur, pisahkan kuah dari daging.



Soto Garuda

Di jalan S. Parman, seberang Taman Makam Pahlawan ada RM Soto Garuda. Menu yang spesial di RM ini tentu saja Soto Padang. Pengunjung bisa memilih daging atau jerohan yang dimasukkan ke dalam soto. Selain daging, soto ini berisi perkedel dan suun. Kuahnya gurih, sayang ukuran porsinya kecil. dari dulu, ini satu keluhan tentang soto Padang. Satu porsi belumlah cukup untuk menikmati soto ini.


Untuk beli bungkus, mereka akan memisahkan isi dari kuah. Perlu ekstra hati-hati untuk penanganan kuah soto. Sampai di tujuan, tinggal panaskan kuah dan tuang di atas isi soto.



Soto Simpang Karya

Walaupun tempatnya agak terbuka, di simpang jalan Dobi, soto di tempat ini perlu diacungi juga. Biasa pelayan sudah menyiapkan isi soto dalam mangkuk-mangkuk sehingga ketika ada pesanan, ia hanya tinggal menuangkan kuah panas. Ukuran soto satu porsi juga kecil (ukuran mangkok ini rasanya perlu ditanyakan), tapi padat isi. Daging, perkedel, suun dan taburan seledri yang melimpah. Dagingnya empuk. Dibanding soto Garuda, rasanya sama-sama enak, tapi ada perbedaan tingkat keasinan masakan. Tips yang sama untuk beli bungkus, minta isi soto dan kuah dipisah.



Jadi, sudah tentukan pilihan? Ayo kejutkan orang rumah dengan membawa oleh-oleh lezat lainnya dari Padang.

Friday, April 10, 2015

CAMILAN SEGALA CUACA

Camilan ini sebenarnya mudah dijumpai di Jakarta. Semudah menemukan tukang gorengan, bahkan jumlahnya jadi lebih banyak karena sekarang ini banyak tukang gorengan yang meng-devoted themselves pada combro dan misro. 
Kegilaan akan combro dimulai sejak SMA. Ketika itu camilan ini seakan menjadi hal yang wajib di acara kumpul-kumpul dan acara iseng lainnya. Tinggal dekatin tukang gorengan dan mulailah bergerilya combro, plus cabe rawit. 
Terus berlanjut. Combro jadi camilan yang susah buat ditolak. Sayangnya, susah sekali menemukan combro yang memenuhi standar rasa pribadi: lapisan singkong tipis, crunchy, isi padat bumbu. Combro yang seukuran kepalan tangan (orang, bukan monster), biasanya singkongnya tebal dan keras. Isinya hanya tampak basa-basi. Combro yang mungil-mungil itu punya lapisan singkong yang tipis, tapi rasa isinya perlu pembenahan di sana-sini. But! Dengan kwalitas seperti itu, saya bisa habiskan banyak combro.
Kegalauan combro tidak berakhir di situ. Ambil resep dan uprek beberapa kali. Hasilnya memuaskan dah. :D

Bahan:

Singkong 1 kg, kupas
Kelapa yang agak muda 1/4, kupas kulit ari
Oncom 2 kotak, hancurkan
Kemangi 2 ikat, petik daunnya saja

Bawang merah 8, haluskan
Bawang putih 4, haluskan

Daun bawang hijau 4, iris tipis
Bawang bombay 1/2, iris tipis
Rawit 15, haluskan
Garam
Gula

Cara Membuat:
Masukkan singkong, kelapa dan garam ke dalam food processor dan giling hingga halus. Campur dengan 1/4 daun bawang.
Campurkan oncom, sisa daun bawang, bawang bombay, bawang merah, bawang putih dan rawit.

Tumis campuran oncom, bumbui dengan garam dan gula. Kemudian masukkan daun kemangi. Angkat.
Ambil sesendok singkong, ratakan dan isi dengan campuran oncom. Kemudian bentuk bulatan.
Goreng dengan api sedang.


Hasil: +/- 35 combro

Thursday, April 9, 2015

ANGSA BIRU BENHUR


Ini merupakan satu cerita adaptasi dari cerita rakyat dengan bumbu-bumbu nuansa lokal Indonesia. Ketika mengirimkan naskah pun, keterangan cerita adaptasi juga dituliskan. Namun begitu, ketika cerita ini terbit di majalah Bobo, keterangan adaptasi dihilangkan. Mungkin editor punya pertimbangan yang lain, seperti saking banyaknya modifikasi dari cerita asli sehingga naskah ini tidak seperti cerita adaptasi sama sekali.

Begini ceritanya...



Beida berdiri di dekat kandang angsa berbulu biru benhur miliknya. Dulu, ia membeli sepasang angsa biru benhur dari seorang kakek di pinggir hutan.  Beida merasa beruntung karena bisa membelinya dengan harga murah. Angsa berwarna biru benhur biasanya mahal sekali. Kini, sepasang angsa miliknya telah menetaskan telur hingga dua puluh.

 Beida memasuki kandang angsa sambil menyanyi lagu riang. Setiap hari, ia harus menyanyikan lagu riang karena angsa-angsanya gemar mendengar lagu riang. Lagu-lagu riang itu  yang membuat angsa-angsanya jadi rajin bertelur. 


Judul: Angsa Biru Benhur
Penulis: Erna Fitrini
Majalah: BOBO 48 XLII 5 Maret 2015

Wednesday, April 8, 2015

PASAR ADA DI MANA-MANA

Pasar, nama sederhana tapi menjadi magnet untuk dikunjungi. Saya seringkali mencari kesempatan untuk berkunjung ke pasar, terlebih pasar di daerah atau kota kecil. Selain untuk melihat produk lokal yang unik, demi melihat interaksi penduduk setempat. Apalagi kalau sempat mendengar celetukan-celetukan khas mereka.

Pada salah satu tugas di Cirebon, mendadak saya membutuhkan bengkoang. Sejak beberapa tahun lalu, saya mewajibkan diri makan bengkoang, guna membantu badan menyerap vitamin C lebih baik lagi.. Kembali ke cerita tentang pasar. Demi mencari bengkoang, saya pergi ke pasar tradisional yang bisa dijangkau dengan jalan kaki dari hotel. Ternyata ada keunikan lain. Di sana banyak penjual bawang yang telah diiris dan cabe merah yang juga diiris-iris tipis. Asumsi, bawang merah itu untuk diolah jadi bawang goreng yang banyak dijadikan oleh-oleh dari Cirebon. Sedangkan cabe merah iris, itu untuk taburan nasi jamlang. Moga ini asumsi benar dan tidak menyesatkan.


Pasar Tomohon, ckckck. Ini sungguh kunjungan pasar untuk uji nyali. Jarak tempuh dari hotel juga cukup jauh, beda kota, booo. Tinggal di Manado, lalu ke pasar di Minahasa, sekitar 80 menit perjalanan deh. Penjual sayur, buah, bunga tentu mirip dengan pasar lainnya. Di sini mudah sekali ditemui paku. Iya, paku disini di masak, biasanya diberi tambahan ikan cakalang fufu. Mantap. Eits, sayur paku yang disebut ini biasa disebut pakis. Hmm, terbayang bentuk dan rasanya kan? Untuk bagian daging, banyak
pengecualian. Selain daging yang umum ditemui di pasar-pasar di Jakarta, di sini juga mudah mendapatkan kelelawar, ular, dan lain-lain, dan lain-lain, dan lain-lain. Banyak macamnya.



Purwokerto lain lagi. Kala itu saya ke pasar bukan untuk urusan bengkoang.Ini semata-mata kunjungan karena ada wakstu lebih sebelum jadwal kereta untuk balik ke Jakarta. Mata tetuju pada penjual tempe yang banyak tersebar di pasar, mereka tidak ditempatkan berkelompok, seperti penjual daging (emang bukan daging tempe). Nah, selain tempe yang berukuran tebal, juga ada tempe-tempe yang dibungkus. bungkusannya begitu tipis sehingga saya penasaran dengan isinya. Eh, apa ada isinya? Satu bapak penjual langsung membuka bungkusan itu dan tampaklah kacang kedele yang tersebar dalam bungkusan itu. Kacang kedelenya bisa dihitung, cukup jari di satu tangan saja, tapi lapisan putih yang kayak awan itu memenuhi bungkusan. Ternyata itu tempe khusus untuk mendoan. Baiklah, beberapa bungkus tempe mendoan ikut dibawa pulang ke Jakarta.


Pasar di Tiku beda lagi. Di Tiku sendiri ada tempat  bernama Pasar, yang isinya ya pemukiman gitu, rumah-rumah. Tempat jual beli disebutnya Balai. Untuk urusan nama ini, beberapa kali saya sukses bikin orang-orang bingung. Ketika bilang, saya mau ke 'pasar', tapi saya menunjuk ke arah balai. Lalu bilang di 'pasar' enggak ada yang jualan. Keunikan lain, pasar (yang penduduk lokal sebut sebagai balai) di sana hanya aktif pada hari Senin. Selebihnya lokasi pasar itu sepi. Pada hari Senin, pedagang dari berbagai daerah datang, seperti dari Bukittinggi yang membawa truk berisi sayur dan buah.
Setelah berjualan, mereka kembali ke daerah masing-masing dan akan datang kembali hari Senin berikutnya. Rapih dan teratur, seperti bebek-bebek yang berjalan pulang dari sungai. Hal yang berbeda dengan penjual lokan dan langkitang (sejening kerang). Kala itu ada lima penjual, semuanya ibu-ibu usia sekitar 50 tahun datang di lokasi pasar hari Jumat dari tempat yang cukup jauh (lupa nama lokasi asal mereka), membawa karung-karung plastik besar berisi barang dagangan. Mereka juga tidur di lokasi pasar. Biasanya menjelang hari Senin, barang dagangan mereka hanya tinggal sepertiga. Hubungan antar mereka sangat erat. 
Suatu kali saya lihat seorang penjual yang membantu membereskan karung dagangan langkitan temannya yang bocor. Akibatnya, langkitang-langkitang itu piknik hingga ke jalan (mustinya kan piknik di atas rumput, hehehe). 

Lalu bagaimana wujud pasar selain hari Senin? Sepi, walau ada beberapa toko kelontong di dekat pasar yang tetap buka.